Oleh: Eddy Supriadi (pengamat dan mantan birokrat)
Di tengah gelombang merah-kuning yang menyapu Pilkada 2024 dan 2025 di Bangka Belitung, hanya satu partai besar yang belum sempat bersulang kemenangan: Gerindra.
PDIP sudah mengunci Gubernur, Belitung Timur, Bangka Barat dan Bangka Selatan. Golkar menyapu Bangka Tengah, bahkan gubernur menjadi pengusung utama kemenangan di level provinsi. NasDem mencuri Belitung, Demokrat dan PAN pun sudah menumpang di kapal pemenang gerindra hanya nyantol di kemenengan di Bangka selatan. Maka yang tersisa hanya satu celah: Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka.
Dan inilah panggung terakhir Gerindra di Babel.
Di Negeri Tanpa Singgasana Gerindra
Gerindra hari ini seperti tamu undangan yang tak kunjung mendapat tempat duduk. Di daerah lain bersorak merayakan kemenangan, di Babel mereka seperti bayangan di balik layar: besar di pusat, kecil di kampung sendiri.
Jika dua pilkada ulang ini kembali lepas, maka Babel akan resmi jadi "wilayah putih Gerindra" — tanpa kepala daerah, tanpa basis kader, tanpa struktur kekuasaan.
Pangkalpinang: Ibukota, Bukan Ibu Tiri
Kota Pangkalpinang bukan sekadar ibukota provinsi. Ia adalah jantung ekonomi, wajah urban, pusat ASN, dan laboratorium politik muda. Basis pemilihnya cair, rasional, dan lelah dengan wajah-wajah lama.
Jika Gerindra bisa hadir dengan figur profesional, narasi segar, dan program konkret, ini bisa jadi pintu masuk pasca pilkada serentak 2024 yang lalu,
Rasio Ridho Sani, Achmad Dedy Karnadi, atau Brigjen dr. Ismi adalah contoh figur luar pagar partai yang bisa dijadikan kuda perang. Tentu dengan syarat: Gerindra berani keluar dari politik lama.
Bangka: Sisa yang Tak Bisa Diremehkan
Kabupaten Bangka mungkin tak se-modern Pangkalpinang, tapi ia punya satu kekuatan: memori kolektif akan pemimpin bersih dan bersahaja.
Jika Gerindra bisa mengusung birokrat diluar kabupaten Bangka tahu teknis, basis guru, dan tokoh pendidikan—dengan gerindra dengan dukungan koalisi minor seperti PKS, PPP, atau PAN, bukan tidak mungkin kabupaten ini jadi kejutan.
Saatnya Koalisi Pelawan
Gerindra harus membentuk koalisi pelawan status quo — bukan hanya demi kekuasaan, tapi demi perimbangan demokrasi lokal. Pangkalpinang dan Bangka harus dilihat bukan sekadar daerah, tapi simbol: "Gerindra tidak hanya menang di Jakarta, tapi hadir juga di kampung rakyat."
Kesimpulan: Tak Ada Jalan Mundur
Gerindra hari ini tidak sedang bermain catur — mereka sedang bermain poker. Taruhannya bukan sekadar wali kota dan bupati. Taruhannya adalah eksistensi politik di Babel, tanah yang terus tumbuh namun sudah dipagari lawan.
Jika dua medan ini gagal direbut, maka Prabowo Subianto akan punya satu catatan kosong di rumah kekuasaannya: Babel tanpa Gerindra.
---
Tags
Politik